Powered By Blogger

Find This Blog!

Kamis, 25 Maret 2010

Dialog Hati Semalam Suntuk -- April 13, 2005

Hanya tulisan 5 tahun lalu, saat berkutat dengan skripsi.
Saya pindahkan lagi kesini hanya agar tidak menjadi sekedar fosil :)

“Manusia selalu harus diperlakukan sebagai tujuan dan nilai yang berharga dalam dan untuk dirinya sendiri, dan tak pernah sebagai sarana”. Tetapi berdasarkan apa? Selama pernyataan seperti ini tidak diberi fundamen metafisik lewat suatu analisa struktural yang serius, tidak melewati tingkat “wishful thinking” atau keinginan saleh saja.

“Manusia mengungguli binatang, karena dia bersifat inteligen”. Tetapi bukankah si anjing dan si kera juga inteligen? Apa artinya “mengerti”? Dimana perbedaan antara pengetahuan manusiawi dan pengetahuan hewani? Lalu bagaimana situasi “si” computer yang main catur dan menghitung lebih cepat dan lebih pasti daripada anda, terhadap manusia?

“Cinta itu buta, love is blind, rabu ga mekura…” (apalah !!). Suatu semboyan lagi. Apa itu, cinta, dimensi afektifitas kita yang paling penting? Jikalau cinta memang buta, bukankah Agustinus, teolog dan filsuf yang termahsyur itu, sama sekali keliru, dengan berpendapat bahwa “kebenaran tidak tercapai oleh manusia kecuali lewat cinta kasih”?

Debat-debat besar tentang hak-hak azasi manusia, tentang pertanggung jawabannya, baik moral maupun sosial, omong kosong saja jika manusia itu tidak bebas. “Tetapi toh manusia bebas!” Memang? Apa itu, kebebasan? Dapatkah anda mempertahankan pendapat anda di depan si determinis yang menyangkal kebebasan berdasarkan sosiobiologi dan beberapa teori materialis yang masih mewarnai banyak aliran sosiologi, biologi dan psikiatri?

“Tiap orang mau masuk firdaus, tetapi tak ada seseorang pun yang mau mati”. Kira-kira demikian bunyi sebuah lagu populer beberapa tahun yang lalu di Amerika. Apa yang terjadi sesudah kita masing-masing meninggal dunia? Ketiadaan total, atau sebaliknya permulaan sebuah hidup baru?

Ah,

Mending gw bikin skripsi aja deh....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar