Powered By Blogger

Find This Blog!

Kamis, 25 Maret 2010

Moments In Life -- 16 Maret 2010

There are moments in life when you miss someone so much
that you just want to pick them from your dreams and hug them for real!
When the door of happiness closes, another opens;
But often times we look so long at the Closed door that we don’t see the one,
Which has been opened for us.
Don’t go for looks; they can deceive.
Don’t go for wealth; even that fades away.
Go for someone who makes you smile,
Because it takes only a smile
to Make a dark day seem bright.
Find the one that makes your heart smile.
Dream what you want to dream;
Go where you want to go;
Be what you want to be,
Because you have only one life
And one chance to do all the things You want to do.
May you have enough happiness to make you sweet
Enough trials to make you strong,
Enough sorrow to keep you human
and Enough hope to make you happy.
The happiest of people don’t necessarily Have the best of everything;
They just make the most of Everything
that comes along their way.
The brightest future will always Be based on a forgotten past;
You can’t go forward in life until You let go of your past failures and heartaches
When you were born, you were crying
And everyone around you was smiling.
Live your life so at the end,
You’re the one who is smiling and everyone
Around you is crying.


Don’t count the years - count the memories

I seem To Enjoy My Hopeless Life -- 16 Maret 2005

Ini juga tulisan 5 tahun lalu.

Yang ini favorit saya :)

I don`t know where to start… I don`t know how to begin… These days i didn`t hope too much. Maybe because i stop hoping a long time ago. Nowadays i just deal with what in front of me, something not too far away. Too much dissapointment happens and i just let go of all hopes i have back then. Too many dreams goes ashtray and too many expectations reveals itself as empty promises, in the end.

You see, these things are like cancer, eating you slowly from the inside, and when you finally realized that these hopes are impossible to come true, it`s already too late to change anything. Then dissapointment hits you hard on the jaw and BOOM ! You go cold turkey. Nobody promised you that all your hard work would really pay off. Your lover can`t really be in love with you forever and ever. And one day your best friend would stab you in the back and you know what ? This shit`s really happen. You may say that these are nuttin but a loser`s lament, a coward statement. I never did care much about being a winner or some brave warrior anyway, so what if i`m not. All i`m really trying to say is by letting go of all hopes i got, by almost not expecting anything to go well, I`m letting myself go from a very heavy burden on my back. By doing this, i reacted only to what really happened in the present, and save me from disappointments and most of all, regrets.

I`m not telling you that i`m sort of a paranoid freakazoid and suspects everything would go wrong. Just simply take a reality check once in a while and think about this. Life is not schoolyard math. In reality, one plus one is not always two, because nuttin is exactly what it is. There`s always this hidden numbers, you know, like when you think about something or someone and not saying it loud ? well..guess what, we all did it, and small matters like this do have an effect on how things end up. If i draw a straight line from one point in my life right now to another one in the future, one little distraction would take me somewhere else. Maybe something better than what i`ve expected, maybe something worse. But that`s my fate, and there`s not much i can do about it. In the process, i`ll try to do what i have to do, when i really have to deal with it, and enjoy, enjoy,enjoy…

Bookmark and Share

Dear God -- 16 Maret 2005

Yang ini juga 5 tahun lalu. 16 Maret 2005....

Aku meminta kepada Tuhan untuk menyingkirkan
penderitaanku.
Tuhan menjawab, Tidak.
Itu bukan untuk Kusingkirkan, tetapi agar kau
mengalahkannya.

Aku meminta kepada Tuhan untuk
menyempurnakan kecacatanku.
Tuhan menjawab, Tidak.
Jiwa adalah sempurna, badan hanyalah sementara.

Aku meminta kepada Tuhan untuk
menghadiahkanku kesabaran.
Tuhan menjawab, Tidak.
Kesabaran adalah hasil dari kesulitan; itu tidak
dihadiahkan,itu dipelajari.

Aku meminta kepada Tuhan untuk memberiku
kebahagiaan.
Tuhan menjawab, Tidak.
Aku memberimu berkat, kebahagiaan adalah
tergantung padamu.

Aku meminta kepada Tuhan untuk menjauhkan
penderitaan.
Tuhan menjawab, Tidak.
Penderitaan menjauhkanmu dari perhatian dunia
dan membawamu mendekat padaKu.

Aku meminta kepada Tuhan untuk menumbuhkan
rohku.
Tuhan menjawab, Tidak.
Kau harus menumbuhkannya sendiri, tetapi Aku
akan memangkas untuk
membuatmu berbuah.

Aku meminta kepada Tuhan segala hal sehingga
aku dapat menikmati hidup.
Tuhan menjawab, Tidak.
Aku akan memberimu hidup, sehingga kau dapat
menikmati segala hal.

Aku meminta kepada Tuhan membantuku
mengasihi orang lain, seperti Ia mengasihiku.
Tuhan menjawab Ahhh, akhirnya kau mengerti

Tulisan 5 tahun lalu (4 April 2005) -- dengan judul Nggak Pakai Judul :)

Tulisan lain tentang...well...things :)


Sedih, berduka, tidak berdaya, kehilangan harapan inilah rangkaian keadaan emosi di dalam ketika melihat korban-korban tsunami di Asia Tenggara khususnya Aceh. Ribuan nyawa manusia lenyap dalam sesaat. Rumah-rumah hancur. Dan setelah semua itu berlalu, ia menyisakan pertanyaan, "Apa dan bagaimana masa depan manusia yang kehilangan hampir semuanya ini?"
Maafkanlah pertanyaan yang tidak sopan ini. Tidak sopan karena mau mendahului masa depan, sekaligus meragukan akankah tangan-tangan Mahasempurna itu akan bekerja untuk kita atau tidak. Ada juga sahabat yang bertanya tidak sabar, "Kemana larinya pengetahuan manusia yang congkak yang meng-claim bisa menyelesaikan dan meramalkan semuanya? Kemana juga larinya teknologi yang kerap mengakui mendahului masa depan?" Ah, maafkan juga pertanyaan-pertanyaan para sahabat ini. Tidak kali ini saja manusia dihinggapi protes, ketidakberdayaan sekaligus keraguan.
Kalau sekian ratus tahun yang lalu, tatkala manusia merasa dibelenggu sejumlah tabu, kemudian melahirkan keyakinan yang bertumpu pada pikiran sebagai akar bertumbuhnya banyak pengetahuan, akankah kita sekarang kembali ke akar yang sama? Tidak banyak yang bisa menjawabnya penuh keyakinan. Mungkin ini saat-saat untuk mendidik pikiran untuk lebih rendah hati.
Membuatnya lebih terbuka, sekaligus mengajak pikiran kalau di luar jangkauan pikiran masih ada tanda-tanda kehidupan yang lain. Dalam bahasa Dalai Lama pada karyanya yang berjudul An Open Heart (Practicing Compassion in Everyday Life): "An open heart is an open mind.
A change of heart is a change of mind." Hati yang terbuka adalah pikiran yang terbuka. Perubahan dalam hati adalah perubahan dalam pikiran.
Tidak semua orang menyukai bahasa-bahasa hati. Sebagian bahkan menyebutnya sebagai kemunduran-kemunduran yang mengkhawatirkan. Sebagian lagi lebih kejam dengan menyebut, mendengarkan hati sama dengan membinatangkan manusia. Dan tentu boleh-boleh saja ada yang berargumen demikian. Sama bolehnya dengan pendapat penulis novel indah The Little Prince: "Hanya hati yang bisa membuat manusia bisa mendengar."
Bedanya dengan pikiran yang mengenal hitam-putih, perdebatan, dan kemajuan yang diletakkan di atas pertentangan-pertentangan, serta yang dimulai dengan sikap skeptis dan tidak percaya, hati memulai perjalanan dengan sikap percaya. Percaya kalau semuanya sudah, sedang dan akan berjalan baik. Jangankan diberikan kesehatan, keharmonisan dan rejeki, diterjang badai tsunami pun hati akan berbisik, "Semuanya baik." Ini bisa mudah, bisa
susah. Mudah terutama bagi mereka yang terbiasa bercakap-cakap dengan hati. Susah terutama bagi siapa saja yang masih meletakkan pikiran sebagai raja diraja.
Dan siapa pun bebas memilih dari sini. Termasuk Susanna Tamaro penulis novel indah asli Italia itu. Dalam Va’ Dove Ti Porta Il Cuore (Gramedia menerjemahkannya menjadi Pergilah ke Mana Hati Membawamu), Susanna Tamaro sedang bercakap-cakap dengan dirinya. Dan tidak ada hal lain yang diajak bercakap kecuali bercakap-cakap dengan hati. Coba perhatikan salah satu cuplikan percakapan Susanna Tamaro: "Hidup mirip dengan menanam pohon. Kendati yang ditanam hanya pohon bunga. Kerap ada pohon-pohon lain yang ikut tumbuh. Sebagian berupa ilalang, sebagian lagi berupa rumput liar. Seperti itulah segala sesuatu berlangsung.
Hanya kemurahhatian yang bisa membuat kita bertumbuh."
Di bagian lain novel indah ini, wanita ini menyebut kalau manusia semakin mirip dengan radio. Meskipun sejumlah frekuensi terpampang di sana, tetap yang tertangkap hanya satu stasiun saja di waktu yang sama. Penggunaan akal yang berlebihan menghasilkan efek yang sama: kita hanya dapat mengerti sebagian kecil saja dari realita. Untuk itulah, kita memerlukan keheningan. Kata-kata kerap gagal membawa kita ke tempat yang lebih tinggi. Kebisingan dan suara mirip dengan obat. Begitu terbiasa menggunakannya, manusia akan mengalami penyakit ketergantungan.
Keheningan? Inilah problematika manusia modern yang sudah terjangkit penyakit ketergantungan berlebihan akan kata-kata.
Jangankan tatkala tsunami menghempas dahsyat, ketika tidak ada apa-apa sekali pun, tetap kata-kata jadi raja. Sehingga bisa dimaklumi, kalau kemudian sejumlah manusia mengalami kesulitan besar ketika belajar bercakap-cakap dengan hati. Semakin keras ia belajar, semakin jauh ia dari keheningan sebagai lorong-lorongnya hati.
Dengan tetap menghormati pencinta kata-kata dan logika, mungkin ada baiknya untuk kembali pada keheningan mirip dengan ketika kita dalam kandungan Ibu. Semua manusia pernah mengalaminya. Di dalam kandungan Ibu, tidak ada masa lalu, tidak ada masa depan, yang ada hanyalah masa kini yang abadi. Ini bisa dialami hanya dengan sebuah modal kehidupan: percaya kalau semuanya baik.
Ini mirip dengan hasil percakapan Victor Chan dengan Dalai Lama (dalam The Wisdom of Forgiveness), ketika Chan bertanya, "Apakah kemampuan memaafkan bisa membuat perbedaan dalam perjalanan spiritual", dengan meyakinkan Dalai Lama menjawab, "Yes, yes, there is no doubt. It is crucial. It is one of the most important things." Tentu termasuk dalam hal ini memaafkan alam, orang lain sekaligus diri sendiri. Tidak mudah memaafkan alam yang baru saja mengamuk lewat tsunami, tidak mudah melupakan orang-orang tercinta yang dibawa pergi oleh tsunami, tidak mudah juga melihat tubuh ini yang membawa memori tsunami.

Dan Susanna Tamaro punya sebuah saran:
"Pergilah ke mana hati membawamu".

Bookmark and Share

Dialog Hati Semalam Suntuk -- April 13, 2005

Hanya tulisan 5 tahun lalu, saat berkutat dengan skripsi.
Saya pindahkan lagi kesini hanya agar tidak menjadi sekedar fosil :)

“Manusia selalu harus diperlakukan sebagai tujuan dan nilai yang berharga dalam dan untuk dirinya sendiri, dan tak pernah sebagai sarana”. Tetapi berdasarkan apa? Selama pernyataan seperti ini tidak diberi fundamen metafisik lewat suatu analisa struktural yang serius, tidak melewati tingkat “wishful thinking” atau keinginan saleh saja.

“Manusia mengungguli binatang, karena dia bersifat inteligen”. Tetapi bukankah si anjing dan si kera juga inteligen? Apa artinya “mengerti”? Dimana perbedaan antara pengetahuan manusiawi dan pengetahuan hewani? Lalu bagaimana situasi “si” computer yang main catur dan menghitung lebih cepat dan lebih pasti daripada anda, terhadap manusia?

“Cinta itu buta, love is blind, rabu ga mekura…” (apalah !!). Suatu semboyan lagi. Apa itu, cinta, dimensi afektifitas kita yang paling penting? Jikalau cinta memang buta, bukankah Agustinus, teolog dan filsuf yang termahsyur itu, sama sekali keliru, dengan berpendapat bahwa “kebenaran tidak tercapai oleh manusia kecuali lewat cinta kasih”?

Debat-debat besar tentang hak-hak azasi manusia, tentang pertanggung jawabannya, baik moral maupun sosial, omong kosong saja jika manusia itu tidak bebas. “Tetapi toh manusia bebas!” Memang? Apa itu, kebebasan? Dapatkah anda mempertahankan pendapat anda di depan si determinis yang menyangkal kebebasan berdasarkan sosiobiologi dan beberapa teori materialis yang masih mewarnai banyak aliran sosiologi, biologi dan psikiatri?

“Tiap orang mau masuk firdaus, tetapi tak ada seseorang pun yang mau mati”. Kira-kira demikian bunyi sebuah lagu populer beberapa tahun yang lalu di Amerika. Apa yang terjadi sesudah kita masing-masing meninggal dunia? Ketiadaan total, atau sebaliknya permulaan sebuah hidup baru?

Ah,

Mending gw bikin skripsi aja deh....

Minggu, 21 Maret 2010

Touch of BENTEN

Benten started early June 2007 to meet woman’s passions on beauty, arts and fashion. Proudly Indonesian made, created and designed to meet an International standard and manage to maintain its consistency. Benten products ranges are currently focused on evening gowns and cocktail dresses. Benten opened its first concept store in Pluit, North Jakarta and positively aiming for a wider distributions.
It's a pleasure and an honour for me to help the dynamic duo Lisa Daryono + Cecilia Yuda to make their portfolio. This wouldn't happen without a help from Erich Silalahi as a photographer, Pingky Esther as a makeup artist, Nadine Chandrawinata + Cathy Sharon as models :)







































































The Interpretation of Bumi Manusia - Pramoedya Ananta Toer

Sembunyi, mungkin itu kata yang tepat, karena memang belum begitu lama Bumi Manusia dinyatakan sebagai bacaan terlarang di Indonesia karena dituding membawa paham Marxisme-Leninisme dan Komunisme.

Roman Tetralogi Buru mengambil latar belakang dan cikal bakal nation Indonesia di awal abad ke-20. Dengan membacanya waktu kita dibalikkan sedemikian rupa dan hidup di era membibitnya pergerakan nasional mula-mula, juga pertautan rasa, kegamangan jiwa, percintaan, dan pertarungan kekuatan anonim para srikandi yang mengawal penyemaian bangunan nasional yang kemudian kelak melahirkan Indonesia modern.
Roman bagian pertama; Bumi Manusia, sebagai periode penyemaian dan kegelisahan dimana Minke sebagai aktor sekaligus kreator adalah manusia berdarah priyayi yang semampu mungkin keluar dari kepompong kejawaannya menuju manusia yang bebas dan merdeka, di sudut lain membelah jiwa ke-Eropa-an yang menjadi simbol dan kiblat dari ketinggian pengetahuan dan peradaban. "Kita kalah, Ma," bisikku. "Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya."

Apapun interpretasi orang, inilah interpretasi yang telah saya buat...bersama seorang fotografer brilian Erich Silalahi, dibantu oleh Pingky Esther sebagai makeup artist, dan si cantik Asmirandah. Enjoy! :)














































Battle For The Sun Tour - Placebo (Part 2)

Here's the song list:















And here's my Nancy Boy :)


Battle For The Sun Tour - Placebo


Tennis Indoor Senayan February 16, 2010
It was one of my spectacular moment. I would tell it to my future baby... I would :) I can't believe that they're coming to town. I was so excited! freakin excited, that i burst into tears when i heard that they finally decided to come to Jakarta... And so here i am...at the front row, watching my Nancy Boy. Well yeah, it feels like i have a multiple...triple....rrr...orgasm when he sang. Oh dear, one of the most beautiful creature on earth is in front of me!!!! One of Java's concert that have a massive success (at least for me) Can't wait to see them again!

Hello :)


It's just a quote. No, it's not JUST. It's a nice one :)

When I was a kid, I thought I was. I can't believe I'm crying already. Sometimes I think people don't understand how lonely it is to be a kid, like you don't matter.

So, I'm eight, and I have these toys, these dolls. My favorite is this ugly girl doll who I call Clementine, and I keep yelling at her, "You can't be ugly! Be pretty!" It's weird, like if I can transform her, I would magically change, too.

Have u been there too?